Para ulama sepakat tentang pensyariatan cadar yang menutup wajah seorang muslimah ketika berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram (bukan muhrim, karena muhrim berarti orang yang berihram). Mereka hanya berbeda pendapat tentang hukumnya, wajib atau sunnah. Kesimpulannya, bercadar lebih baik daripada yang tidak, karena lebih menutupi keindahan dan perhiasan wanita. Sebagian ulama diantaranya Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani –rohimahulloh– memberikan batasan standar berjilbab yang tidak menyelisihi syariat. Di antara batasan tersebut adalah:
1. Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan-menurut beliau- (lihat al-Ahzab: 59 dan an-Nuur: 31).Selain keduanya, seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan banyak ulama lain mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali.
2. Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian. Seperti jilbab yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa atau hiasan lainnya seperti bordiran yang mencolok dan menarik orang lain untuk melihatnya.
3. Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Ini berlaku bagi yang bercadar atau hanya berjilbab tanpa cadar. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi, pelajar maupun ibu-ibu di sekitar kita yang mencontoh para artis, itu jelas tidak sesuai syariat.
4. Tidak diberi wangi-wangian atau parfum, karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi –shollallohu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.”(Riwayat Muslim).
5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki, seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya, karena Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (Riwayat Bukhari)
6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka di antaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.
7. Bukan untuk mencari popularitas. Untuk itu, setiap kali kita berpakaian maka lihat kembali niatnya, apakah kita berpakaian agar terkenal atau mencari popularitas dan pujian orang?
Dengan demikian jelaslah bahwa seorang yang bercadar minimal mengenakan pakaian yang menutupi lekak-lekuk tubuhnya dan bila berkerudung sampai betis pun tidak termasuk ghuluw (berlebihan), karena semakin tertutup semakin baik. Lihatlah keterangan Ummu Salamah –rodhiyallohu ‘anha– ketika mendengar sabda Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam–,
« مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ « يُرْخِينَ شِبْرًا ». فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ. قَالَ « فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ ».
“Siapa yang memanjangkan pakaiannya secara sombong (melebihi mata kaki), maka Allah tidak melihat kepadanya pada hari kiamat.”
Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan para wanita yang membuat bagian belakang bajunya lebih panjang (seperti berekor)?” Maka Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam– menjawab, “Ulurkan sejengkal.”
Ummu Salamah pun bertanya lagi, “Kalau begitu akan tampak telapak-telapak kaki mereka?” Maka Nabi bersabda, “Ulurkan satu hasta dan jangan lebih!”
Di sini jelas, panjang pakaian wanita baik kerudung maupun bajunya sampai menutupi seluruh telapak kakinya belum dikatakan berlebihan, apalagi hanya sebetis.
0 Komentar untuk "PAKAIAN MUSLIMAH"
Syukron telah mengomentari tautan blog ini, Insya Alloh jadi refleksi menuju berkemajuan